Tak
kenal maka tak sayang! Itulah sebuah ungkapan yang telah populer di kehidupan
kita. Bahkan, ungkapan itu memang berlaku umum, yaitu sejak seseorang mulai
mengenal lingkungan hidupnya. Dalam konteks hubungan antara laki-laki dan
perempuan yang bukan mahram, istilah "tak kenal maka tak sayang"
adalah awal dari terjalinnya hubungan saling mencintai. Apa lagi, di zaman
sekarang ini hubungan seperti itu sudah umum terjadi di masyarakat. Yaitu,
suatu hubungan yang tidak hanya sekadar kenal, tetapi sudah berhubungan erat
dan saling menyayangi. Hubungan seperti ini oleh masyarakat dikenal dengan
istilah " Pacaran ".
Istilah
pacaran berasal dari kata dasar pacar yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
diartikan sebagai teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan
berdasarkan cinta kasih. Istilah pacaran dalam bahasa Arab disebut tahabbub.
Pacaran berarti bercintaan; berkasih-kasihan, yaitu dari sebuah pasangan
laki-laki dan perempuan yang bukan mahram.
- Ajaran Islam Melarang Suatu Hubungan yang Mendekati Zina
Allah
Ta’ala berfirman (yang artinya), “ Dan janganlah kamu mendekati zina;
sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang
buruk. ” (QS. Al Isro’ [17]: 32). Dalam Tafsir Jalalain dikatakan bahwa
larangan dalam ayat ini lebih keras daripada perkataan “ Janganlah melakukannya
“. Artinya bahwa jika kita mendekati zina saja tidak boleh, Apalagi sampai
melakukan zina, jelas-jelas lebih terlarang. Asy Syaukani dalam Fathul Qodir
mengatakan, ” Apabila perantara kepada sesuatu saja dilarang, tentu saja
tujuannya juga haram dilihat dari maksud pembicaraan. ”
Dilihat
dari perkataan Asy Syaukani ini, maka kita dapat simpulkan bahwa setiap jalan
(perantara) menuju zina adalah suatu yang terlarang. Ini berarti memandang,
berjabat tangan, berduaan dan bentuk perbuatan lain yang dilakukan dengan lawan
jenis karena hal itu sebagai perantara kepada zina adalah suatu hal yang
terlarang
- Islam Memerintahkan untuk Menundukkan Pandangan
Allah memerintahkan kaum muslimin untuk
menundukkan pandangan ketika melihat lawan jenis. Allah Ta’ala berfirman (yang
artinya), “Katakanlah kepada laki–laki yang beriman : ” Hendaklah mereka
menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. An Nuur [24]: 30
)
Dalam
lanjutan ayat ini, Allah juga berfirman, “Katakanlah kepada wanita-wanita
yang beriman : “Hendaklah mereka menundukkan pandangannya, dan kemaluannya”
(QS. An Nuur [24]: 31)
Ibnu
Katsir ketika menafsirkan ayat pertama di atas mengatakan, ” Ayat ini
merupakan perintah Allah Ta’ala kepada hamba-Nya yang beriman untuk menundukkan
pandangan mereka dari hal-hal yang haram. Janganlah mereka melihat kecuali pada
apa yang dihalalkan bagi mereka untuk dilihat (yaitu pada istri dan mahromnya).
Hendaklah mereka juga menundukkan pandangan dari hal-hal yang haram. Jika
memang mereka tiba-tiba melihat sesuatu yang haram itu dengan tidak sengaja,
maka hendaklah mereka memalingkan pandangannya dengan segera. ”
Ketika
menafsirkan ayat kedua di atas, Ibnu Katsir juga mengatakan, ”Firman Allah
(yang artinya) ‘katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman : hendaklah mereka
menundukkan pandangan mereka’ yaitu hendaklah mereka menundukkannya dari apa
yang Allah haramkan dengan melihat kepada orang lain selain suaminya. Oleh
karena itu, mayoritas ulama berpendapat bahwa tidak boleh seorang wanita
melihat laki-laki lain (selain suami atau mahromnya, pen) baik dengan syahwat
dan tanpa syahwat. … Sebagian ulama lainnya berpendapat tentang bolehnya
melihat laki-laki lain dengan tanpa syahwat. ”
- Lalu bagaimana jika kita tidak sengaja memandang lawan jenis?
Dari
Jarir bin Abdillah, beliau mengatakan, “ Aku bertanya kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yang cuma selintas (tidak
sengaja). Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan
kepadaku agar aku segera memalingkan pandanganku. ” (HR. Muslim no. 5770)
Faedah
dari menundukkan pandangan, sebagaimana difirmankan Allah dalam surat An Nur
ayat 30 (yang artinya) “yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka” yaitu
dengan menundukkan pandangan akan lebih membersihkan hati dan lebih menjaga
agama orang-orang yang beriman. Inilah yang dikatakan oleh Ibnu Katsir –semoga
Allah merahmati beliau- ketika menafsirkan ayat ini. –Semoga kita dimudahkan
oleh Allah untuk menundukkan pandangan sehingga hati dan agama kita selalu
terjaga kesuciannya.
- Agama Islam Melarang Berduaan dengan Lawan Jenis
Dari
Ibnu Abbas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “ Janganlah seorang
laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali jika bersama mahromnya. ”
(HR. Bukhari, no. 5233). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “ Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita yang
tidak halal baginya karena sesungguhnya syaithan adalah orang ketiga di antara
mereka berdua kecuali apabila bersama mahromnya. ” (HR. Ahmad no. 15734.
Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan hadits ini shohih ligoirihi).
- Jabat Tangan dengan Lawan Jenis Termasuk yang Dilarang
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini
suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan
melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara.
Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan
melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu
kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.”
(HR. Muslim no. 6925)
Jika
kita melihat pada hadits di atas, menyentuh lawan jenis -yang bukan istri atau
mahrom- diistilahkan dengan berzina. Hal ini berarti menyentuh lawan jenis
adalah perbuatan yang haram karena berdasarkan kaedah ushul “apabila sesuatu
dinamakan dengan sesuatu lain yang haram, maka menunjukkan bahwa perbuatan
tersebut adalah haram”. (Lihat Taysir Ilmi Ushul Fiqh, Abdullah bin Yusuf
Al Juda’i)
- Meninjau Fenomena Pacaran
Setelah
pemaparan kami di atas, jika kita meninjau fenomena pacaran saat ini pasti ada
perbuatan-perbuatan yang dilarang di atas. Kita dapat melihat bahwa bentuk
pacaran bisa mendekati zina. Semula diawali dengan pandangan mata terlebih
dahulu. Lalu pandangan itu mengendap di hati. Kemudian timbul hasrat untuk
jalan berdua. Lalu berani berdua-duan di tempat yang sepi. Setelah itu
bersentuhan dengan pasangan. Lalu dilanjutkan dengan ciuman. Akhirnya, sebagai
pembuktian cinta dibuktikan dengan berzina. –Naudzu billahi min dzalik-. Lalu
pintu mana lagi paling lebar dan paling dekat dengan ruang perzinaan melebihi
pintu pacaran?
Mungkinkah
ada pacaran Islami? Sungguh, pacaran yang dilakukan saat ini bahkan yang
dilabeli dengan ’pacaran Islami’ tidak mungkin bisa terhindar dari
larangan-larangan di atas. Renungkanlah hal ini!
- Mustahil Ada Pacaran Islami
Salah
seorang dai terkemuka pernah ditanya, ” Ngomong-ngomong, dulu bapak dengan
ibu, maksudnya sebelum nikah, apa sempat berpacaran ?” Dengan
diplomatis, si dai menjawab,”Pacaran seperti apa dulu? Kami dulu juga
berpacaran, tapi berpacaran secara Islami. Lho, gimana caranya? Kami juga
sering berjalan-jalan ke tempat rekreasi, tapi tak pernah ngumpet berduaan.
Kami juga gak pernah melakukan yang enggak-enggak, ciuman, pelukan, apalagi
–wal ‘iyyadzubillah- berzina.
Nuansa
berpikir seperti itu, tampaknya bukan hanya milik si dai. Banyak kalangan kaum
muslimin yang masih berpandangan, bahwa pacaran itu sah-sah saja, asalkan tetap
menjaga diri masing-masing. Ungkapan itu ibarat kalimat, “Mandi boleh, asal
jangan basah.” Ungkapan yang hakikatnya tidak berwujud. Karena berpacaran itu
sendiri, dalam makna apapun yang dipahami orang-orang sekarang ini, tidaklah
dibenarkan dalam Islam. Kecuali kalau sekedar melakukan nadzar (melihat calon
istri sebelum dinikahi, dengan didampingi mahramnya), itu dianggap sebagai
pacaran. Atau setidaknya, diistilahkan demikian.
Namun
itu sungguh merupakan perancuan istilah. Istilah pacaran sudah kadong dipahami
sebagai hubungan lebih intim antara sepasang kekasih, yang diaplikasikan dengan
jalan bareng, jalan-jalan, saling berkirim surat, ber SMS ria, dan berbagai hal
lain, yang jelas-jelas disisipi oleh banyak hal-hal haram, seperti pandangan
haram, bayangan haram, dan banyak hal-hal lain yang bertentangan dengan
syariat. Bila kemudian ada istilah pacaran yang Islami, sama halnya dengan
memaksakan adanya istilah, meneggak minuman keras yang Islami. Mungkin, karena
minuman keras itu di tenggak di dalam masjid. Atau zina yang Islami, judi yang
Islami, dan sejenisnya. Kalaupun ada aktivitas tertentu yang halal, kemudian di
labeli nama-nama perbuatan haram tersebut, jelas terlalu dipaksakan, dan sama
sekali tidak bermanfaat.
- Pacaran Terbaik adalah Setelah Nikah
Islam
yang sempurna telah mengatur hubungan dengan lawan jenis. Hubungan ini telah
diatur dalam syariat suci yaitu pernikahan. Pernikahan yang benar dalam Islam
juga bukanlah yang diawali dengan pacaran, tapi dengan mengenal karakter calon
pasangan tanpa melanggar syariat. Melalui pernikahan inilah akan dirasakan
percintaan yang hakiki dan berbeda dengan pacaran yang cintanya hanya cinta
bualan.
Dari
Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “ Kami tidak
pernah mengetahui solusi untuk dua orang yang saling mencintai semisal
pernikahan. ” (HR. Ibnu Majah no. 1920. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani)
Kalau
belum mampu menikah, tahanlah diri dengan berpuasa. Rasulullah shallalahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “ Barangsiapa yang mampu untuk menikah, maka
menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga
kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu
bagaikan kebiri. ” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnul Qayyim berkata, ” Hubungan
intim tanpa pernikahan adalah haram dan merusak cinta, malah cinta di antara
keduanya akan berakhir dengan sikap saling membenci dan bermusuhan, karena bila
keduanya telah merasakan kelezatan dan cita rasa cinta, tidak bisa tidak akan
timbul keinginan lain yang belum diperolehnya. ”
Cinta
sejati akan ditemui dalam pernikahan yang dilandasi oleh rasa cinta pada-Nya.
Mudah-mudahan Allah memudahkan kita semua untuk menjalankan perintah-Nya serta
menjauhi larangan-Nya. Allahumma inna nas’aluka ’ilman nafi’a wa rizqon
thoyyiban wa ’amalan mutaqobbbalan. [Muhammad Abduh Tuasikal]
0 Comment:
Post a Comment